Beranda News

Ricuh di Asahan : Aksi Mahasiswa Bubarkan Acara BEM Nus, Alumni Sebut Cederai Dunia Intelektual

Ket : sosok alumni Bem Nus, Dian Novita Marwa yang pernah menjabat Koordinator BEM Nus Sumatera Utara

Asahan,Pelita.co,- Suasana hangat di Rumah Dinas Bupati Asahan mendadak berubah tegang. Kegiatan Konsolidasi Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEM Nus) yang sejatinya menjadi ajang silaturahmi dan diskusi ide kebangsaan, justru diwarnai insiden pembubaran oleh sekelompok mahasiswa.

Acara yang dibuka langsung di hadapan Bupati Asahan Taufik Zainal Abidin, Dandim 0208/Asahan Letkol Inf Edy Syahputra, serta sejumlah pejabat Forkopimda, awalnya berlangsung khidmat.

Namun, ketenangan itu buyar saat sekelompok mahasiswa datang dan melakukan aksi penolakan secara langsung di tengah jalannya kegiatan, Jumat (24/10/2025).

Mereka bersuara lantang, meminta acara dihentikan, bahkan sempat memaksa masuk ke area kegiatan.

Insiden tersebut sontak mengundang perhatian publik dan menuai kritik keras, terutama dari kalangan alumni BEM Nusantara. Mereka menilai tindakan membubarkan kegiatan resmi organisasi mahasiswa nasional adalah langkah yang tidak mencerminkan etika dan nilai intelektual mahasiswa sejati.

Salah satu alumni, Dian Novita Marwa yang pernah menjabat Koordinator BEM Nus Sumatera Utara sekaligus Korda Asahan periode 2006–2008, menyebut aksi itu sebagai bentuk kemunduran dunia kampus dari sisi keorganisasian.

“Apa yang mereka lakukan mencederai nilai-nilai akademik. Konsolidasi BEM Nus ini adalah forum resmi untuk memperkuat koordinasi antar-BEM di Indonesia. Ini ruang dialog, bukan arena adu emosi,” ujarnya dengan nada kecewa.

Dian menegaskan, dalam dunia mahasiswa memang wajar terdapat perbedaan pandangan dan wadah organisasi, seperti BEM Nusantara dan BEM Seluruh Indonesia (BEM SI). Namun, perbedaan itu seharusnya disikapi dengan kepala dingin dan semangat intelektual, bukan dengan tindakan provokatif yang mempermalukan dunia kampus.

“Kalau ada pandangan berbeda, sampaikan lewat forum akademik, bukan dengan membubarkan acara orang lain. Mahasiswa harus jadi contoh etika dan dialog, bukan sebaliknya,” tambahnya.

Menurutnya, panitia pelaksana sebelumnya sudah berupaya menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang menolak acara tersebut, bahkan menegaskan bahwa kegiatan ini bersifat terbuka dan difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Asahan.

Namun penjelasan itu tak digubris, dan kelompok penolak tetap bersikeras menuntut pembatalan acara. Ketegangan pun sempat memuncak sebelum aparat keamanan dan panitia berhasil menenangkan situasi.

Meski akhirnya acara dapat dilanjutkan, luka moral akibat insiden itu masih terasa. Para alumni menilai, tindakan tersebut memperburuk citra mahasiswa dan berpotensi menciptakan pandangan publik berakibat buruk bagi dunia pendidikan tinggi.

Dunia kampus itu tempat beradu gagasan, bukan tempat untuk menjatuhkan. “Perbedaan boleh, tapi adab dan etika harus tetap dijaga. Jangan sampai emosi mengalahkan intelektualitas,” tegas Dian.

Di sisi lain, salah satu mahasiswa yang menolak acara, Patria Sahdan, memiliki pandangan berbeda. Ia beranggapan bahwa konsolidasi BEM Nus tidak memiliki urgensi nyata bagi masyarakat Asahan.

“Menurut saya, acara seperti ini hanya ajang seremonial. Pertanyaannya, apa manfaat konkret bagi masyarakat?” ujarnya.

Terlepas dari pro dan kontra, insiden di Asahan ini menjadi cerminan nyata bahwa dunia mahasiswa masih memiliki pekerjaan rumah besar.

Bagaimana menjaga semangat kritis tanpa kehilangan adab. Kegiatan yang seharusnya menjadi wadah memperkuat kolaborasi antar-mahasiswa justru berubah menjadi panggung ketegangan yang menyedihkan.

Tentunya sebagai masyarakat yang bijak memberikan penilaian, insiden ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh mahasiswa di tanah air.

Bahwa intelektualitas sejati bukan diukur dari kerasnya suara, melainkan dari kedewasaan dalam menyikapi perbedaan.